PERBEDAAN HUKUM WARIS ADAT, HUKUM WARIS
BW DAN HUKUM WARIS ISLAM
o
Hukum
waris adat
v Pada
Hukum waris adat ahli waris digolonngkan berdasarkan sifat kekeluargaan
misalnya sifat kebapakan,ke ibuan ,maupun keduanya
v Kadang-kadang
harta warisan itu masih utuh dan tidak menjadi suatu keharusan untuk
dibagi-bagikan pada ahli waris
v Perpindahan
harta warisan berupa barang-barang peninggalan dalam keadaan bersih artinya
sudah di kurangi dengan pembayaran utang-utang dari pewaris serta
pembayaran-pembayaran lainnya
v Tidak
mengenal atau mengakui anak luar kawin artinya anak luar kawin tidak mendapat
warisan
o
Hukum
waris Bw
v Ahli
waris tidak di golongkan berdasarkan sifat kekeluargaan artinya tidak
membedakan antara aki-laki dan perempuan
v Adanya
hak mutlak dari masing-masing para ahli waris apabila pada suatu saat menuntut
pembagian dari harta warisannya.
v Perpindahan
harta warisan tidak saja hartanya saja tetapi juga utang-utang dari pewaris
dalam arti bahwa kewajiban membayar utang-utang itu pada kenyataanya berpindah
juga kepada semua ahli waris
v Mengakui
anak luar kawin sehingga anak tersebut dapat memperoleh warisan
o
Perbedaan
antara hukum waris adat dan
hukum waris islam
hukum waris islam
v hukum
waris adat hanya berlaku pada masyarakat adat tertentu sedangkan hukum waris
islam berlaku pada masyarakat yang menganut agama islam
v sumber
hukum waris adat berasal dari kebiasaan sedangkan hukum waris islam sumbernya
berdasarkan atas wahyu dari tuhan dalam hal ini kitab suci umat islam yaitu
Al-Qur’an
v pada
hukum waris adat di kenal sistem kekelurgaan (ke ibuan,kebapakan, atau
keduanya) jadi pembagian warisan antara ahli waris laki-laki dan perempuan
tergantuk adat yang berlaku.sedangkan hukum waris islam kedudukan anak laki
laki mutlak lebih tinggi dari anak perempuan dalam hal pembagian warisan.
PERSAMAAN
v
Segala harta warisan
akan berpindah dari tangan orang yang meninggalkan warisan kepada semua ahli
warisnya.
v
Dalam hal biaya
pemakaman mayat, tidak ada perbedaan antara hukum waris Islam dan Nasional,
artinya sama yaitu bahwa harta warisan yang pertama harus dimanfaatkan untuk
membayar biaya pemakaman mayat tersebut.
v Subjek hukumnya sama yaitu antara si Pewaris dan ahli
waris.
v Unsur pewarisannya sama, secara individual memberi
kebebasan kepada seseorang yang memiliki harta untuk membuat testament.
v Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah sama, yaitu
keluarga sedarah dari si Pewaris.
PERBEDAAN WARIS ISLAM WARIS NASIONAL
Hukum waris |
Bentuk harta warisan Pada dasarnya berpindah dari
tangan yang meninggal dunia tehadap semua ahli waris berupa barang-barang
peninggalan dalam keadaan bersih, artinya sudah dikurangi dengan pembayaran
utang-utang dari orang yang meninggalkan warisan serta dengan
pembayaran-pembayaran lain yang disebabkan oleh meninggalkanya orang yang
meninggalkan warisan. Yang diwariskan kepada semua ahli waris itu tidak saja
hanya masalah-masalah yang ada manfaatnya bagi mereka, akan tetapi utang-utang
mereka yang meninggalkan warisan, dalam arti bahwa kewajiban membayar
utang-utang itu pada kenyataannya berpindah juga kepada semua ahli warisnya. Mewaris Hutang Dalam Kompilasi Hukum Islam
buku II, bab I tentang ketentuan umum, dapat disimpulkan bahwa hukum kewarisan
Islam memisahkan konsep antara harta peninggalan dan harta warisan. Yang
dimaksud harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik
yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Sedangkan yang
dimaksud mengenai harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta
bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat. Mr.Ter Haar mengatakan bahwa hanya harta peninggalan
yang tinggal tak terbagi-bagilah yang harus dipergunakan untuk membayar hutang-hutang
si pewaris. Titik pangkal ini mengakibatkan perumusan kaedah hukum adat yakni
hanya sisa harta peninggalan dapat diwaris. Sebaliknya KUHPerdata memandang
selaku hakekat, bahwa yang diwaris oleh ahli waris itu tidaklah hanya hal-hal
yang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga hutang dari si pewaris. Hakekat dalam KUHPerdata bahwa
hutang-hutang si pewaris beralih pula kepada ahli waris juga menentukan bahwa
para ahli waris dapat menghindarkan peralihan itu dengan jalan menerima atau
menolak warisan atau menerima dengan syarat, yaitu menerima tetapim dengan
ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang si pewaris yang melebihi
bagiannya dalam warisan itu.
Dengan demikian KUHPerdata mengenal 3 macam sikap dari
ahli waris terhadap harta warisan, yakni:
1. Ia dapat menerima harta warisan seluruhnya menurut
hakekat tersebut dari KUHPerdata, termasuk seluruh hutang si pewaris.
2. Ia dapat menolak harta warisan dengan akibat bahwa ia
sama sekali tidak tahu menahu tentang pengurusan harta warisan itu.
3. Ia dapat menerima harta warisan dengan syarat bahwa
harus diperinci barang-barangnya dengan pengertian bahwa hutang-hutang hanya
dapat ditagih sekedar harta warisan mencukupi untuk itu.
Banyaknya pembagian dari harta warisan Menurut hukum
agama Islam terdapat dua golongan ahli waris, yaitu ke 1 para “asabat” yang dianggap
dengan sendirinya sejak dahulu kala sebelum agama Islam menurut hukum di tanah
Arab, merupakan ahli waris, dan ke 2; orang-orang yang oleh beberapa pasal dari
Kitab Al-Qur’an ditambahkan selaku ahli waris pula (koranische erfgenamen) .
Hukum BW mengenal 4 golongan ahli waris yang bergiliran hak atas harta warisan,
dengan pengertian apabila golongan ke 1 tidak ada, maka golongan ke 2 lah yang
memiliki ha, demikianlah selanjutnya. Kelahiran
Anak di Luar Pernikahan Oleh hukum Islam ditetapkan adanya tenggang waktu,
yaitu tenggang yang sekurang-kurangnya mesti ada antara waktu nikah si istri
dan kelahiran anak, dan lagi suatu tenggang, yang selama-lamanya harus ada
antara putusnya pernikahan atau perkawinan dengan lahirnya si anak. Tenggang waktu yang dimaksud yaitu
sekurang-kurangnya antara nikah si ibu dan kelahiran si anak adalah 6 bulan,
sedang tenggang yang selama-lamanya harus ada antara putusnya tali pernikahan
dan kelahiran anak yaitu tenggang iddah, ialah 4 bulan dan 10 hari. Dalam BW
yang mengatur mengenai hubungan hukum tentang warisan antara si ibu dan si anak
di luar pernikahan, tercantum dalam Pasal 862 s.d 873 BW. Antara anak dan ibu baru ada hubungan hukum apabila si
ibu mengakui anak itu sebagai anaknya, dimana pengakuan itu mesti dilaksanakan
dengan sistem tertentu, yaitu menurut Pasal 281 BW dalam akte kelahiran si anak
dalam akte pernikahan (perkawinan) bapak dan ibu di depan Pegawai Catatan Sipil
(ambtenar bij de Burgelijk stand), atau dengan akta otentik tersendiri (akte
notaries) atau jadi ½ dan tidak ¼ dari bagian anak sah. Cara Penghibahan Wasiat Dalam hukum
islam tidak disebutkan tentang ketentuan cara yang khusus untuk membuat
keinginan terakhir dari si peninggal warisan. Cuma ditetapkan bahwa ucapan
tersebut harus jelas dan tegas serta dihadiri dan disaksikan oleh orang-orang
yang sekaligus bertindak sebagai saksi akan kebenaran ucapan tersebut. Bila keinginan terakhir ini ditulis
dalam sepucuk surat, maka surat hibah wasiat tersebut dianggap sah bila isinya
dibacakan secara lisan kepada ahli waris dan saksi-saksi. Menurut BW ada tiga
macam cara membuat hibah wasiat, yaitu:
1. Testament rahasia (geheim)
2. Testament tak rahasia (openbaar)
3. Testament tertulis sendiri (olografis), yang biasanya
bersifat rahasia ataupun tidak rahasia. Dalam ketiga cara testament ini dibutuhkan campur
tangan seorang notaris.
Refrensi
blog hukumwaris.
blog hetdenken persamaan dan perbedaan hokum
waris
1 komentar:
terima kasih bang, sangat membantu