Aku Anton

Bahagia itu sederhana

TERSENYUM Dan-Tetap BERSYUKUR Apa-Yang KITA MILIKI..!!!

Sekilas Mengenai Behuma / Behumo atau Ladang Berpindah Pindah Di Kecamatan Menukung


Dayak Ransa - Berladang dengan menggunakan alat-alat yang masih sederhana dan tradisional merupakan hal yang lumrah bagi suku dayak, namun di balik kesederhanaan dengan system yang teradisional menyimpan keunikan tersendiri  serta rasa kepedulian terhadap sesama pun terjalin dengan erat dan masih menerapkan budaya gotong-royong yang paling di utamakan.

Proses berladang sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat panjang, bayangkan dalam satu tahun atau 12 bulan bercocok taman dengan cara berladang liar hanya sekali panen padi, beruntung jika iklim bersahabat, tak jarang para petani ladang liar mengalami gagal panen. Bagi suku dayak berladang harus percaya dengan adat/aturan behuma,seperti  pemali (pantang)  dll. lihat penjelasan klik disini 

Berladang tentu melalui tahap-tahap seperti ; montam, nobas, nobak, mantuh/baru di tunu/nunu (menunggu waktu bakar beberapa minggu bahkan bisa sampai sebulan kayu ladang yang sudah di tebang/tobak), tunu/bakar, nujah/nugal, mangau, mabau, dan terakhir baru panen. melalu tahapan tahapan tersebut baru bisa memungut hasil  atau panen padi suku dayak.Penulis 

ini merupakan salah satu  behuma (ladang liar ) suku dayak yang ada di kabupaten melawi kalbar




Behuma Beladang, Tanam Padi Sayur-Sayuran Unik Cara Bercocok Tanam Orang Dayak


 Dayak Ransa - Berladang (behuma) dengan system yang tradisional dan sederhana merupakan cara orang dayak mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup  sehari-hari. Orang dayak pada umumnya yang bermukim di wilayah pedalaman Kalimantan bercocok tanam biasanya berladang liar atau berpindah-pindah tempat (berladang berpindah tempat  misalnya tahun pertama di lokasi A dan tahun kedua di lokasi yang berbeda).

Maklum saja tanah di Kalimantan cukup luas, namun walaupun luas orang dayak harus paham dan mengerti bahwa tanah yang luas tersebut tidak perlu di serahkan ke pihak perusahaan, dan masyarakatdayak  harus kritis dan berani menolakperusahaan he sorry kemana-mana..

Kembali ke konteks pembahasan, berladang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain bagi suku dayak sudah di lakukan sejak turun-temurun, hingga sampai saat ini kebiasaan tersebut tetap berjalan. Karena salah satu mata penceharian suku dayak yang ada di pedalaman Kalimantan yang paling utama adalah bertani ladang (behuma), selain berkebun, berternak dan berburu.

Berladang dengan menggunakan alat-alat yang masih sederhana dan tradisional merupakan hal yang lumrah bagi suku dayak, namun di balik kesederhanaan dengan system yang teradisional menyimpan keunikan tersendiri  serta rasa kepedulian terhadap sesama pun terjalin dengan erat dan masih menerapkan budaya gotong-royong yang paling di utamakan.

Proses berladang sangat rumit dan membutuhkan waktu yang sangat panjang, bayangkan dalam satu tahun atau 12 bulan bercocok taman dengan cara berladang liar hanya sekali panen padi, beruntung jika iklim bersahabat, tak jarang para petani ladang liar mengalami gagal panen. Bagi suku dayak berladang harus percaya dengan adat/aturan behuma,seperti  pemali (pantang)  dll.

Berladang tentu melalui tahap-tahap seperti ; montam, nobas, nobak, mantuh/baru di tunu/nunu (menunggu waktu bakar beberapa minggu bahkan bisa sampai sebulan kayu ladang yang sudah di tebang/tobak), tunu/bakar, nujah/nugal, mangau, mabau, dan terakhir baru panen. melalu tahapan tahapan tersebut baru bisa memungut hasil  atau panen padi.

Yang ingin Penulis  sampaikan dari artikel ini mengenai suku dayak ransa pada saat musim panen padi sangat unik, kebiasaan panen padi ataupun kerja lain pada system pekerjaan ladang masyarakat dayak. Panen padi ada dua kebiasaan yang dilakukan pertama berinyap (gotong-royong), kedua dengan cara mengupah (upah) agar padi cepat selesai dipanen.

Panen padi dengan cara beinyap, kebiasaan ini masih berlaku sampai saat ini bagi suku dayak ransa. Biasanya kalau berladang liar / behuma agar mendapatkan hasil panen padi yang banyak tentu bonih (bibit) juga harus banyak, biasanya dalam satu kepala keluarga rata-rata bonih uma (bibit padi  yang ditanam di ladang) kisaran 20 sampai 30 kulak (2o-30 gantan) bahkan ada yang mampu bonih uma sampai 50 kulak.

Kalau sudah mencapai 50 kulak bonih uma biasa saat musim panen jika di kerjakan hanya beberapa orang saja akan kualahan, maka dari pada padi tidak bisa di panen maka ladang tersebut harus di perinyap (goyong-royong). Lihat dan klik disinin video musim panen padi  suku dayak ransa

Berinyap panen biasanya orang yang ada sekampung wajib turun ikut serta agar panen cepat selesai (tanpa upah se persen pun). Kalau berinyap  orang yang punya ladang tersebut harus memotong binatang misalnya babi, berukuran  kelilik lima atau kelilik enam ( ukuran keliling babi lima sampai enam jengkal jari) kisaran 60 sampai 70 kg, dan kalau orang yang mengadakan berinyap dan dia punya ternak sapi dia akan potong sapi, dan kerbau (kalau jaman dahulu)  sebagai santapan atau untuk memberi orang makan yang telah membantu panen padi.

Panen padi ladang liar tidak sama seperti panen padi di sawah dengan menggunakan alat penebas / aret dan tidak menggunakan mesin, tapi menggunakan alat yang sederhana dan tradisional, orang dayak ransa menyebut alat yang di gunakan untuk memanen padi yaitu pengetep yang terbuat dari kaleng bisa juga dari besi dan memiliki gagang dari kayu untuk memegangnya.

Lihat cara orang dayak panen padi
Ini hasil setelah padi di panen

Saat Ngamin tempajak (buat bawa padi yang telah di panen)  untuk di bawa ke lumbung padi


Saat Panen Padi di ladang

Nasis di ladang he,
kalau yang di gendong ibu itu namanya takit (anyaman terbuat dari rotan)
dan fungsinya untuk menampung sementara padi yang telah di panen selanjutnya di masukan ke tempajak

Persiapan hidangan saat panen padi


Kalo makan danging dan sayur sudah di bagi, jadi semua yg ikut panen pasti kebagian 

Langkau uma (Pondok ladang) yang di siapkan untuk menyimpan padi yang telah di panen



Information

Print Logo

Copyright © 2013 ANTONIUS, SH by Anto Kolarov!.