Ada
200 Konflik Masyarakat Adat Vs Perusahaan
Pontianak,
Kompas - Sekitar 300.000 hektar lahan masyarakat adat di Kalimantan Barat
diserobot perusahaan kelapa sawit. Hal ini menimbulkan sedikitnya 200 konflik
antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Demikian
diungkapkan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat
(Kalbar) Hendi Candra dan Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar
Sujarni Alloy, Senin (18/10) di Pontianak, Kalbar. ”Sebagian izin perkebunan
itu tumpang tindih dengan kepemilikan lahan milik masyarakat adat,” ujar Hendi.
Luas
lahan perkebunan kelapa sawit di Kalbar tahun ini terdata 550.000 hektar.
Namun, izin yang telah keluar untuk perkebunan kelapa sawit mencapai 1,5 juta
hektar.
Menurut
Alloy, modus penyerobotan lahan masyarakat adat itu beragam. ”Yang paling
banyak adalah menyatakan tanah yang ditempati masyarakat adat itu merupakan
tanah negara sehingga masyarakat harus menyerahkan lahan tersebut untuk
kepentingan perkebunan,” ujarnya.
Ada
juga upaya membujuk masyarakat adat dengan dalih pembangunan dan untuk
menyejahterakan masyarakat. ”Tapi akhirnya masyarakat tidak mendapatkan
apa-apa,” kata Alloy.
Kasus
penyerobotan lahan masyarakat adat itu, kata Alloy, terjadi di beberapa
kabupaten. Yang paling banyak di Ketapang, Sanggau, dan Sintang. ”Hingga tahun
2010 tercatat ada 200 kasus atau konflik antara perusahaan kelapa sawit dan
masyarakat adat,” ujarnya.
Ketua
Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalbar Ilham Sanusi tidak bisa
dimintai konfirmasi mengenai temuan Walhi dan AMAN itu. Ilham tidak mengangkat
telepon selulernya ketika dihubungi.
Dalam
wawancara dengan Ilham beberapa waktu lalu, tidak semua perkebunan kelapa sawit
di Kalbar dimiliki pengusaha Indonesia. Justru sekitar 300.000 hektar lahan
perkebunan kelapa sawit merupakan milik pengusaha asal Malaysia.
Pemerhati
kehutanan, Soenarno, mengatakan, sudah sejak lama terlihat indikasi tumpang
tindih izin untuk perkebunan kelapa sawit itu. ”Tumpang tindih izin tersebut
terlihat dari peta kehutanan,” katanya.
Secara
terpisah, Bupati Sanggau Setiman H Sudin mengatakan, selama ini terus
dilangsungkan upaya perdamaian terkait sengketa masyarakat dan perusahaan
perkebunan kelapa sawit di wilayahnya. ”Saya selalu mengedepankan prinsip bahwa
masyarakat harus mendapat haknya. Tetapi, perusahaan yang telah memiliki izin
dengan benar juga harus mendapat haknya secara proporsional,” katanya. (AHA)